Saturday, November 06, 2010

Karena Mey Hong

Aku bersembunyi di balik lemari, ini malam pertamaku. Seharusnya ini adalah malam yang indah untuk pasangan suami istri baru. Terkecuali untukku yang diperistri seorang pria lapuk gendut. Ranjang besi yang menjadi tempat tidur pengantin kami berderit, jantungku mulai berdetak tak karuan. Lemari yang sempit ditambah baju ala pengantin Cina ini seakan mencekikku. Ko Hong mulai celingukan ketika kulihat dari pintu lemari. "Meeeeeyyyy....." Ko Koh memanggilku merdu. Kali ini rasanya perutku sedang berakrobat, berjumpalitan membuat benang kusut. Ranjang kembali berderit diikuti suara gesekan sandal. Aku kembali mengintip, kini rasanya aku seperti mau mati, Ko Koh melewati lemari. Aku bergerak tak sengaja membuat gaduh. Pintu terbuka. Ko Hong membelalak melihat aku di dalam lemari. Aku terkejut. Benar-benar pingsan.

9 bulan kemudian....

Persalinanku memakan waktu yang cukup lama. Keringat sebesar biji jagung turun satu persatu dari pelipis si gendut. Ko Hong menggenggam tanganku khawatir... Ia terus berbicara dalam bahasa Cina Kantonnya yang kental. Terkadang aku mencair melihat Ko Hong yang penuh cinta. Tapi aku sebal, ia seperti memperkosaku saat aku jatuh pingsan di malam pertama kami. Kehidupan selama 9 bulan ini penuh warna. Ko Hong yang begitu dewasa tampak merasa bersalah. Aku yang masih muda dikuasai oleh emosi yang menggebu. Di awal pernikahan aku begitu manja, menyuruhnya kesana kemari untuk membeli berbagai keinginanku. Terkadang aku tertawa melihatnya penuh dengan keringat, badan gendutnya memerah menahan lelah.

Sore ini lahirlah putri cantik kami. Aku menyusuinya berseri. Dengan bibir semerah buah ceri ia menyusu di dadaku yang ranum. Rambutnya yang hitam pekat sangat lebat. Ko Hong yang tak berani mendekat hanya berdiri di sudut ranjang memperhatikan kami. Aku dan putri mungilnya. Buah cinta kami. Pada detik itu aku melihat Ko Hong sangat bersinar. Bukan karena perut gendutnya. Karena hatiku mulai bergetar setiap kali ia menatapku penuh kasih. Aku menitikkan air mata. Kini aku tahu, Opa menjodohkanku dengannya karena satu hal. Ko Hong orang yang sangat baik. Aku tersenyum memintanya mendekat. Ko Hong terbelalak. Ia mendekat. Menitikan air matanya saat menyentuh bayi mungil kami, lalu ia berkata sambil mentapku pasti, "Mey Hong cantik seperti Ibunya".

No comments:

Post a Comment