Tuesday, September 21, 2010

Tarian Hujan

Jutaan tetesan air yang jatuh seakan pertanda bahwa bumi sedang menangis, sedari kecil aku menyukainya, namun tidak diselingi amarah. Petir adalah puncak dari kesedihan bumi, ia menggerutu, ia marah sambil menangis.

Dibawah guyuran hujan aku menari, ini seperti menertawakan kesedihannya, entahlah aku bahagia. Terkadang aku ikut menangis dibawah hujan, agar tidak ada yang tahu bahwa aku bersedih, tapi hari ini aku menjelma sebagai manusia seutuhnya, suka cita dibawah kesusahan. Boleh kan?? Tuhan bukan aku yang salah, aku hanya menikmati hujan ini.

Monday, September 13, 2010

wanita yang dicintai suami ku.. ( Ni dpt dr tmn ku.. sampe nangiiiiiiiiiisssss bacanya hiks )

Copast dari Note Facebook aku di 2009.

by Laksmi Utami Nul Ansar on Friday, September 4, 2009 at 4:02pm
wanita yang dicintai suami ku.. ( Ni dpt dr tmn ku.. sampe nangiiiiiiiiiisssss bacanya hiks )
Share
Thursday, May 7, 2009 at 4:15pm



Kehidupan pernikahan kami awalnya baik2 saja menurutku. Meskipun menjelang pernikahan selalu terjadi konflik, tapi setelah menikah Mario tampak baik dan lebih menuruti apa mauku.

Kami tidak pernah bertengkar hebat, kalau marah dia cenderung diam dan pergi kekantornya bekerja sampai subuh, baru pulang kerumah, mandi, kemudian mengantar anak kami sekolah. Tidurnya sangat sedikit, makannya pun sedikit. Aku pikir dia workaholic.

Dia menciumku maksimal 2x sehari, pagi menjelang kerja, dan saat dia pulang kerja, itupun kalau aku masih bangun. Karena waktu pacaran dia tidak pernah romantis, aku pikir, memang dia tidak romantis, dan tidak memerlukan hal2 seperti itu sebagai ungkapan sayang.

Kami jarang ngobrol sampai malam, kami jarang pergi nonton berdua, bahkan makan berdua diluarpun hampir tidak pernah. Kalau kami makan di meja makan berdua, kami asyik sendiri dengan sendok garpu kami, bukan obrolan yang terdengar, hanya denting piring yang beradu dengan sendok garpu.

Kalau hari libur, dia lebih sering hanya tiduran dikamar, atau main dengan anak2 kami, dia jarang sekali tertawa lepas. Karena dia sangat pendiam, aku menyangka dia memang tidak suka tertawa lepas.

Aku mengira rumah tangga kami baik2 saja selama 8 tahun pernikahan kami. Sampai suatu ketika, disuatu hari yang terik, saat itu suamiku tergolek sakit dirumah sakit, karena jarang makan, dan sering jajan di kantornya, dibanding makan dirumah, dia kena typhoid, dan harus dirawat di RS, karena sampai terjadi perforasi di ususnya. Pada saat dia masih di ICU, seorang perempuan datang menjenguknya. Dia memperkenalkan diri, bernama meisha, temannya Mario saat dulu kuliah.

Meisha tidak secantik aku, dia begitu sederhana, tapi aku tidak pernah melihat mata yang begitu cantik seperti yang dia miliki. Matanya bersinar indah, penuh kehangatan dan penuh cinta, ketika dia berbicara, seakan2 waktu berhenti berputar dan terpana dengan kalimat2nya yang ringan dan penuh pesona. Setiap orang, laki2 maupun perempuan bahkan mungkin serangga yang lewat, akan jatuh cinta begitu mendengar dia bercerita.

Meisha tidak pernah kenal dekat dengan Mario selama mereka kuliah dulu, Meisha bercerita Mario sangat pendiam, sehingga jarang punya teman yang akrab. 5 bulan lalu mereka bertemu, karena ada pekerjaan kantor mereka yang mempertemukan mereka. Meisha yang bekerja di advertising akhirnya bertemu dengan Mario yang sedang membuat iklan untuk perusahaan tempatnya bekerja.

Aku mulai mengingat2 5 bulan lalu ada perubahan yang cukup drastis pada Mario, setiap mau pergi kerja, dia tersenyum manis padaku, dan dalam sehari bisa menciumku lebih dari 3x. Dia membelikan aku parfum baru, dan mulai sering tertawa lepas. Tapi disaat lain, dia sering termenung didepan komputernya. Atau termenung memegang Hp-nya. Kalau aku tanya, dia bilang, ada pekerjaan yang membingungkan.

Suatu saat Meisha pernah datang pada saat Mario sakit dan masih dirawat di RS. Aku sedang memegang sepiring nasi beserta lauknya dengan wajah kesal, karena Mario tidak juga mau aku suapi. Meisha masuk kamar, dan menyapa dengan suara riangnya,

" Hai Rima, kenapa dengan anak sulungmu yang nomor satu ini ? tidak mau makan juga? uhh... dasar anak nakal, sini piringnya, " lalu dia terus mengajak Mario bercerita sambil menyuapi Mario, tiba2 saja sepiring nasi itu sudah habis ditangannya. Dan....aku tidak pernah melihat tatapan penuh cinta yang terpancar dari mata suamiku, seperti siang itu, tidak pernah seumur hidupku yang aku lalui bersamanya, tidak pernah sedetikpun !

Hatiku terasa sakit, lebih sakit dari ketika dia membalikkan tubuhnya membelakangi aku saat aku memeluknya dan berharap dia mencumbuku. Lebih sakit dari rasa sakit setelah operasi caesar ketika aku melahirkan anaknya. Lebih sakit dari rasa sakit, ketika dia tidak mau memakan masakan yang aku buat dengan susah payah. Lebih sakit daripada sakit ketika dia tidak pulang kerumah saat ulang tahun perkawinan kami kemarin. Lebih sakit dari rasa sakit ketika dia lebih suka mencumbu komputernya dibanding aku.

Tapi aku tidak pernah bisa marah setiap melihat perempuan itu. Meisha begitu manis, dia bisa hadir tiba2, membawakan donat buat anak2, dan membawakan ekrol kesukaanku. Dia mengajakku jalan2, kadang mengajakku nonton. kali lain, dia datang bersama suami dan ke-2 anaknya yang lucu2.

Aku tidak pernah bertanya, apakah suamiku mencintai perempuan berhati bidadari itu? karena tanpa bertanya pun aku sudah tahu, apa yang bergejolak dihatinya.

Suatu sore, mendung begitu menyelimuti jakarta , aku tidak pernah menyangka, hatikupun akan mendung, bahkan gerimis kemudian.

Anak sulungku, seorang anak perempuan cantik berusia 7 tahun, rambutnya keriting ikal dan cerdasnya sama seperti ayahnya. Dia berhasil membuka password email Papa nya, dan memanggilku, " Mama, mau lihat surat papa buat tante Meisha ?"

Aku tertegun memandangnya, dan membaca surat elektronik itu,

Dear Meisha,

Kehadiranmu bagai beribu bintang gemerlap yang mengisi seluruh relung hatiku, aku tidak pernah merasakan jatuh cinta seperti ini, bahkan pada Rima. Aku mencintai Rima karena kondisi yang mengharuskan aku mencintainya, karena dia ibu dari anak2ku.

Ketika aku menikahinya, aku tetap tidak tahu apakah aku sungguh2 mencintainya. Tidak ada perasaan bergetar seperti ketika aku memandangmu, tidak ada perasaan rindu yang tidak pernah padam ketika aku tidak menjumpainya. Aku hanya tidak ingin menyakiti perasaannya. Ketika konflik2 terjadi saat kami pacaran dulu, aku sebenarnya kecewa, tapi aku tidak sanggup mengatakan padanya bahwa dia bukanlah perempuan yang aku cari untuk mengisi kekosongan hatiku. Hatiku tetap terasa hampa, meskipun aku menikahinya.

Aku tidak tahu, bagaimana caranya menumbuhkan cinta untuknya, seperti ketika cinta untukmu tumbuh secara alami, seperti pohon2 beringin yang tumbuh kokoh tanpa pernah mendapat siraman dari pemiliknya. Seperti pepohonan di hutan2 belantara yang tidak pernah minta disirami, namun tumbuh dengan lebat secara alami. Itu yang aku rasakan.

Aku tidak akan pernah bisa memilikimu, karena kau sudah menjadi milik orang lain dan aku adalah laki2 yang sangat memegang komitmen pernikahan kami. Meskipun hatiku terasa hampa, itu tidaklah mengapa, asal aku bisa melihat Rima bahagia dan tertawa, dia bisa mendapatkan segala yang dia inginkan selama aku mampu. Dia boleh mendapatkan seluruh hartaku dan tubuhku, tapi tidak jiwaku dan cintaku, yang hanya aku berikan untukmu. Meskipun ada tembok yang menghalangi kita, aku hanya berharap bahwa engkau mengerti, you are the only one in my heart.

yours,

Mario

Mataku terasa panas. Jelita, anak sulungku memelukku erat. Meskipun baru berusia 7 tahun, dia adalah malaikat jelitaku yang sangat mengerti dan menyayangiku.

Suamiku tidak pernah mencintaiku. Dia tidak pernah bahagia bersamaku. Dia mencintai perempuan lain.

Aku mengumpulkan kekuatanku. Sejak itu, aku menulis surat hampir setiap hari untuk suamiku. Surat itu aku simpan diamplop, dan aku letakkan di lemari bajuku, tidak pernah aku berikan untuknya.

Mobil yang dia berikan untukku aku kembalikan padanya. Aku mengumpulkan tabunganku yang kusimpan dari sisa2 uang belanja, lalu aku belikan motor untuk mengantar dan menjemput anak2ku. Mario merasa heran, karena aku tidak pernah lagi bermanja dan minta dibelikan bermacam2 merek tas dan baju. Aku terpuruk dalam kehancuranku. Aku dulu memintanya menikahiku karena aku malu terlalu lama pacaran, sedangkan teman2ku sudah menikah semua. Ternyata dia memang tidak pernah menginginkan aku menjadi istrinya.

Betapa tidak berharganya aku. Tidakkah dia tahu, bahwa aku juga seorang perempuan yang berhak mendapatkan kasih sayang dari suaminya ? Kenapa dia tidak mengatakan saja, bahwa dia tidak mencintai aku dan tidak menginginkan aku ? itu lebih aku hargai daripada dia cuma diam dan mengangguk dan melamarku lalu menikahiku. Betapa malangnya nasibku.

Mario terus menerus sakit2an, dan aku tetap merawatnya dengan setia. Biarlah dia mencintai perempuan itu terus didalam hatinya. Dengan pura2 tidak tahu, aku sudah membuatnya bahagia dengan mencintai perempuan itu. Kebahagiaan Mario adalah kebahagiaanku juga, karena aku akan selalu mencintainya.

**********

Setahun kemudian...

Meisha membuka amplop surat2 itu dengan air mata berlinang. Tanah pemakaman itu masih basah merah dan masih dipenuhi bunga.

" Mario, suamiku....

Aku tidak pernah menyangka pertemuan kita saat aku pertama kali bekerja dikantormu, akan membawaku pada cinta sejatiku. Aku begitu terpesona padamu yang pendiam dan tampak dingin. Betapa senangnya aku ketika aku tidak bertepuk sebelah tangan. Aku mencintaimu, dan begitu posesif ingin memilikimu seutuhnya. Aku sering marah, ketika kamu asyik bekerja, dan tidak memperdulikan aku. Aku merasa diatas angin, ketika kamu hanya diam dan menuruti keinginanku. .. Aku pikir, aku si puteri cantik yang diinginkan banyak pria, telah memenuhi ruang hatimu dan kamu terlalu mencintaiku sehingga mau melakukan apa saja untukku.....

Ternyata aku keliru.... aku menyadarinya tepat sehari setelah pernikahan kita. Ketika aku membanting hadiah jam tangan dari seorang teman kantor dulu yang aku tahu sebenarnya menyukai Mario.

Aku melihat matamu begitu terluka, ketika berkata, " kenapa, Rima ? Kenapa kamu mesti cemburu ? dia sudah menikah, dan aku sudah memilihmu menjadi istriku ?"

Aku tidak perduli,dan berlalu dari hadapanmu dengan sombongnya.

Sekarang aku menyesal, memintamu melamarku. Engkau tidak pernah bahagia bersamaku. Aku adalah hal terburuk dalam kehidupan cintamu. Aku bukanlah wanita yang sempurna yang engkau inginkan.

Istrimu,

Rima"

Di surat yang lain,

".........Kehadiran perempuan itu membuatmu berubah, engkau tidak lagi sedingin es. Engkau mulai terasa hangat, namun tetap saja aku tidak pernah melihat cahaya cinta dari matamu untukku, seperti aku melihat cahaya yang penuh cinta itu berpendar dari kedua bola matamu saat memandang Meisha...... "

Disurat yang kesekian,

".......Aku bersumpah, akan membuatmu jatuh cinta padaku.

Aku telah berubah, Mario. Engkau lihat kan , aku tidak lagi marah2 padamu, aku tidak lagi suka membanting2 barang dan berteriak jika emosi. Aku belajar masak, dan selalu kubuatkan masakan yang engkau sukai. Aku tidak lagi boros, dan selalau menabung. Aku tidak lagi suka bertengkar dengan ibumu. Aku selalu tersenyum menyambutmu pulang kerumah. Dan aku selalu meneleponmu, untuk menanyakan sudahkah kekasih hatiku makan siang ini? Aku merawatmu jika engkau sakit, aku tidak kesal saat engkau tidak mau aku suapi, aku menungguimu sampai tertidur disamping tempat tidurmu, dirumah sakit saat engkau dirawat, karena penyakit pencernaanmu yang selalu bermasalah.. .....

Meskipun belum terbit juga, sinar cinta itu dari matamu, aku akan tetap berusaha dan menantinya.. ......"

Meisha menghapus air mata yang terus mengalir dari kedua mata indahnya... dipeluknya Jelita yang tersedu-sedu disampingnya.

Disurat terakhir, pagi ini...

"........... ...Hari ini adalah hari ulang tahun pernikahan kami yang ke-9. Tahun lalu engkau tidak pulang kerumah, tapi tahun ini aku akan memaksamu pulang, karena hari ini aku akan masak, masakan yang paling enak sedunia. Kemarin aku belajar membuatnya dirumah Bude Tati, sampai kehujanan dan basah kuyup, karena waktu pulang hujannya deras sekali, dan aku hanya mengendarai motor.

Saat aku tiba dirumah kemarin malam, aku melihat sinar kekhawatiran dimatamu. Engkau memelukku, dan menyuruhku segera ganti baju supaya tidak sakit.

Tahukah engkau suamiku,

Selama hampir 15 tahun aku mengenalmu, 6 tahun kita pacaran, dan hampir 9 tahun kita menikah, baru kali ini aku melihat sinar kekhawatiran itu dari matamu, inikah tanda2 cinta mulai bersemi dihatimu ?........."

Jelita menatap Meisha, dan bercerita,

" Siang itu Mama menjemputku dengan motornya, dari jauh aku melihat keceriaan diwajah mama, dia terus melambai-lambaikan tangannya kepadaku. Aku tidak pernah melihat wajah yang sangat bersinar dari mama seperti siang itu, dia begitu cantik. Meskipun dulu sering marah2 kepadaku, tapi aku selalu menyayanginya. Mama memarkir motornya diseberang jalan, Ketika mama menyeberang jalan, tiba2 mobil itu lewat dari tikungan dengan kecepatan tinggi...... aku tidak sanggup melihatnya terlontar, Tante..... aku melihatnya masih memandangku sebelum dia tidak lagi bergerak.... .." Jelita memeluk Meisha dan terisak-isak. Bocah cantik ini masih terlalu kecil untuk merasakan sakit di hatinya, tapi dia sangat dewasa.

Meisha mengeluarkan selembar kertas yang dia print tadi pagi. Mario mengirimkan email lagi kemarin malam, dan tadinya aku ingin Rima membacanya.

Dear Meisha,

Selama setahun ini aku mulai merasakan Rima berbeda, dia tidak lagi marah2 dan selalu berusaha menyenangkan hatiku. Dan tadi, dia pulang dengan tubuh basah kuyup karena kehujanan, aku sangat khawatir dan memeluknya. Tiba2 aku baru menyadari betapa beruntungnya aku memiliki dia. Hatiku mulai bergetar.... Inikah tanda2 aku mulai mencintainya ?

Aku terus berusaha mencintainya seperti yang engkau sarankan, Meisha. Dan besok aku akan memberikan surprise untuknya, aku akan membelikan mobil mungil untuknya, supaya dia tidak lagi naik motor kemana-mana. Bukan karena dia ibu dari anak2ku, tapi karena dia belahan jiwaku....

Meisha menatap Mario yang tampak semakin ringkih, yang masih terduduk disamping nisan Rima. Diwajahnya tampak duka yang dalam. Semuanya telah terjadi, Mario. Kadang kita baru menyadari mencintai seseorang, ketika seseorang itu telah pergi meninggalkan kita.

Jakarta, 7 Januari 2009 (dedicated to my friend....may you rest in peace...)
Best Regards,
TiNi

(utk temen2 yg memang mo copy, silahkan...



P.S: smuanya gada yg ditambah atow dikurangi sesuai judul & isi..

Suka Lagu (Tentang) Apa?

Ini adalah judul yang sama yang aku ambil dari blognya @mbakdos, menarik juga, kinda playing a new game. Kamu ditugasin memilih 4 lagu, ambil lirik yang kamu suka dari ka-4 lagu itu, terus penggalan lirik tersebut kau satukan dan jadiin cerita, yaa inspirasi bisa datang dari mana aja kan :)

Karena hidup aku lagi bersemangat dan penuh optimisme yang tiba-tiba masuk ke sel-sel darah *hadeehhh... Jadi aku pilih lagunya The Show - Lenka, Can I Walk With You - India Arie, Michael Buble - Everything,  Adam Sandler - Grow Old With You, dan ini dia hasilnya:

I'm just a little girl lost in the moment
I'm so scared but I don't show it
I can't figure it out
It's bringing me down I know
I've got to let it go
And just enjoy the show

The sun is hot
In the sky
Just like a giant spotlight
The people follow the sign
And synchronize in time
It's a joke
Nobody knows
They've got a ticket to that show
Yeah [The Show - Lenka]

And in this crazy life
And through these crazy times
Its you, Its you
You make me sing
You're every line
You're every word
You're everything

You're a carousel
You're a wishing well
And you light me up, when you ring my bell
You're a mystery
You're from outer space
You're every minute of everyday [Everything - Michael Buble]

I woke up this morning you were the first thing on my mind
I don't know where it came from all I know is I need you in my life
You make me feel like I can be a better woman
If you just say you wanna take this friendship to another place

Can I walk with you through your life
Can I lay with you as your wife
Can I be your friend till the end
Can I walk with you through your life [Can I Walk With You - India Arie]

I wanna make you smile whenever you're sad
Carry you around when your arthritis is bad
All I wanna do is grow old with you

I'll get your medicine when your tummy aches
Build you a fire if the furnace breaks
Oh it could be so nice, growing old with you [Grow Old With You - Adam Sandler] 

--> jadi gini maksud ceritanya:

Ada seorang perempuan yang sudah berpetualang dalam dunia percintaan, (ampun maafkanlah bahasa-bahasa baku ini). Dia berada dalam titik lelahnya menghadapi masalah cinta yang sudah berapa kali dia alami. Dia memilih single dan bersuka cita sama statusnya, menatap dan meresapi dunia dengan kesadarannya. Sampai suatu hari dia menemukan (mimpi) sosok lelaki yang tepat, yang membuat dia ngerasain indahnya jatuh cinta lagi, ngga ragu untuk merasa tersakiti di kemudian hari. Kamu tau kangimana rasanya kalau ketemu orang yang benar-benar tepat dan dia memang tercipta untuk kamu??
Ya seperti itulah rasa yang perempuan ini rasakan, dunianya berubah saat laki-laki itu datang, membuainya, mebuatnya bermimpi tentang masa depan, sosok pria yang pantas untuk mendampinginya. Oh iya, dia belum pernah ketemu laki-laki ini, tapi dia sudah terlanjur jatuh cinta. Bayangan mendahului sosoknya :D

Nah.... itulah imajinasi aku untuk 4 lagu yang disebutin barusan, ini bisa jadi beda versi buat setiap orang, aku juga bisa buat versi lainnya, tapi cerita ini yang paling menarik, jadi cukup ini yang ditulis.

Dan ini dia penggalan rules buat ikut "main" permainan ini dari blognya @mbakdos di www.dudukbersila.com :

See..?

Bukankah luar biasa saat mengetahui bahwa penggalan-penggalan lagu itu jika digabungkan bisa menciptakan suatu tulisan yang.. yaa.. ‘bercerita’?!

Tapi, tunggu dulu!

Bukan itu bagian yang paling menakjubkan.

Ngg.. tapi tidak akan seru kalau kita tidak mencobanya bersama-sama.

So, let’s!

Sebutkan tiga atau empat lagu yang paling menempel di kepala kita. Kemudian tuliskan secara lengkap lirik dari tiap lagu itu. Jika sudah, pilih bagian mana saja dari tiap lagu untuk kemudian digabungkan dengan lagu-lagu lain. Yaa.. tentu bukan sembarang memilih untuk digabungkan, tetapi biasanya sih kita toh tetap akan mempertimbangkan nyambung-enggaknya antara satu penggalan lirik dengan penggalan lainnya.
Kalau sudah, mulailah dibuat tulisan yang sifatnya menceritakan ulang apa yang kita tangkap dari keseluruhan lirik baru yang sudah kita buat dari penggalan-penggalan tadi. Sampai akhirnya menjadi sebuah cerita yang utuh.

Lantas, di mana keajaibannya?

Oke. Coba saja dibaca lagi dengan seksama cerita yang sudah kita buat itu.

Sounds familiar?

Mestinya sih begitu.
Karena mungkin, cerita yang baru saja kita tuliskan itu tak lain adalah cerita yang menggambarkan satu fase tertentu dalam kehidupan kita yang sesungguhnya.

Amazing, isn’t it?

Eh, lalu bagaimana dengan cerita yang baru saja saya buat? Apakah itu juga menggambarkan kehidupan saya yang sesungguhnya?

Hmm.. mungkin.

Mungkin juga tidak ;-)

Sunday, September 12, 2010

Bermain Dengan Cinta

Pelacuran yang terselubung. Aku menginjak 24 tahun, tak ada yang tahu, dan memang tak perlu tahu. Hanya wanita-wanita berduit itu yang tau.

Malam itu ia sendirian, wajah cantik yang mendekati sempurna, hanya lingarie putih tipis yang membalut kulit ranum itu, membuat keringat jagungku semakin buas menetes tak karuan seiring dengan pikiran liarku. Demi Tuhan aku berusaha memalingkan mataku dari objek yang sangat indah di kursi sebelah, sangat sayang sekali aku tak bisa menahannya, beringsut perlahan aku kembali ke kamar. Sebuah tangan halus mencengkramku, "Jangan Pergi!" Ibu tiriku tersenyum nakal, memelukku, menciumku sejadi-jadinya, melucuti pakaian dan membawaku ke Surga. Ah sial! Kenapa Ayah yang menemukannya pertama kali.

Seringkali Ayah pergi, aku menikmatinya, tak perlu menahan cemburu yang ingin segera mendobrak keluar, atau memang dia melakukan hal yang sama?? Aku tak peduli, di hadapanku terlentang wanita cantik yang kukagumi, ibu yang "memeliharaku".

Malam itu ibu mengadakan arisan di rumah, ibu-ibu cantik kesepian yang bermandikan uang satu persatu bermunculan. Pria-pria seumurku telah mereka sewa sebagai bartender alih-alih penikmat kebutuhan mereka, cih!

Aku menyelinap menuju garasi, ibu melihatku dan melakukan aksinya, kencan kilat di dalam mobil yang menimbulkan sensasi luar biasa. Ia menggiringku masuk, mengenalkanku pada teman-temannya. Mereka itu manusia sejenis apa?? Seperti sekumpulan singa betina yang haus akan daging segar, menikmatiku setiap inchi tubuhku. Lagi-lagi aku menikmatinya.

Tak aneh buatku melihat pria-pria muda hilir mudik di rumah, aku tak ambil pusing. Aku siap dengan panggilan-panggilan telepon di handphoneku. Ya bukan hanya satu panggilan, namun panggilan-panggilan yang menyeru memaksaku untuk berada ditempat mereka tepat waktu. Aku bagian dari mereka kini. Oh ibu baruku hebat, aku mendapat hadiah plus dari kehadirannya.

Saturday, September 11, 2010

#wmdct

Kamu bukan bintang, aku juga bukan matahari, ini bukan cinta yang kita mau, on off sesuai kemunculannya.

Bagaimana kalau kamu langit?? Ya itu lebih baik, dan aku adalah bumi. Kemanapun kaki ini berpijak, kamu selalu ada, tak peduli diatasku atau harus disebelahku, kamu sangat tau harus dimana berada.

Seksi itu kamu, yang membuatku kagum untuk otakmu yang cemerlang. Kamu memang bukan pria yang romantis, tapi itu memang tak perlu, tak perlu untuk membuang janji-janji yang bisa kamu janjikan kepada perempuan mana saja, janji yang sama. Cinta kita memang bukan kata-kata, kau membuatku percaya. Mungkin itu kamu yang membuat mataku tak bisa berpaling, meneduhiku dengan pancaran cintamu.

Dan mungkin itu memang aku, yang melonjak kegirangan di dalam hati, aku temukan jendela yang mungkin hampir tepat. Hanya jendela itu yang terbuka dan membuatku menoleh.

Tuhan mengirimkanku malaikat terbaiknya, yang membuatku sempurna dalam ketidaksempurnaan. Kamu bilang aku membuat hidupmu berarti, eh??? Itu bukan, itu terbalik. Ah iya, kita terlalu bingung, melayang tersulut cinta, sudahlah....

Perlukah aku kabarkan kabar bahagia ini sekarang?? Hmmm bisikilah sahabatku dulu, atau tidak perlu?? Baiklah, aku simpan rapat-rapat saja sampai waktunya tiba, psssttt mari kita ber-rahasia, ini seru. Sekali lagi kau membuat hidupku berpetualang.

Tuhan terima kasih atas hadiah terbaik-Mu, #wmdct :)

Tuesday, September 07, 2010

Letter to You #1

Tuhan....
Berapa hari ini aku patut bersyukur, banyak sekali kebahagian yang engkau berikan secara bertubi, limpahan rezeki dan kasih sayang yang selalu ada buat aku setiap harinya.

Dibalik segala kenikmatan selalu ada tapi, maafin Ami ya Allah :)
Untuk berapa hari ini ngerasa ada yang kurang dalam kesenangan itu. Yap, apa lagi kalau bukan.... Seorang Lelaki, ehem! Ngerasa kangen ada yang bisa dipanggil sayang, bebs, bebeb or anything else that i can say for "lebay-lebay-an"
Aku ngerasa kangen, entah untuk siapa, perasaan itu cuma menggantung di udara yang tak ber-ruang. Sudah belajar membuka hati, tapi ngga tau sama siapa, ngga ada jendela yang bisa aku tengok, ngga ada jendela yang mengundangku untuk melihatnya, ini bukan ngga, hanya sepertinya belum. Jendela-jendela itu sebagian terbuka, namun kaki ini belum mengijinkan berjalan untuk berpijak mendekatinya, sekali lagi belum.
Apa ini karena sekarang aku amat sangat santai, tidak terlalu ngoyo, ngga geregetan seperti menggebu-gebu??
Berapa hari ini sepertinya hati ini seakan ingin meloncat, keluar dari persembunyiannya, tapi ia malu-malu, tidak ingin salah langkah. Eits, bukan berarti tidak ingin belajar untuk menjadi salah, sepertinya aku terlalu sering salah langkah ;)

Tuhan....
Kalau belum sekarang, tolong segera berbaik hati menurunkannya, dipermudah memakai pesawat jet untuk sampai di depan jendela aku. Simpan untuk yang terbaik, lelaki yang bisa membuat aku dan duniaku menoleh ke arahnya, lelaki yang membuka jendela dunianya lebar-lebar, membaur, melebur menjadi satu dalam satu rumah yang utuh yang bercahaya karena cinta, amin. :)

Thursday, September 02, 2010

LOGAM (part two).

If..... When..... Which..... Why?????


Pertanyaan itu bertub-tubi menghujam pikiran, disaat Niki dan Adela pergi dari sisiku. Aku sebenarnya tidak ingin serakah, mungkin aku juga pantas disebut si brengsek bermuka dua, seandainya wanita-wanitaku tahu.... errr bukan wanita-wanita, hanya Adela yang belum mengetahuinya.


Adela.... Sebuah nama dan sesosok perempuan yang sangat aku kagumi saat pertama kali bergabung di Perusahaan ini. Cantiknya unik, mandiri dan begitu pintar, ia terpaut dua tahun di atasku. Disaat Perusahaan membuat pabrik ke dua, di waktu itu lah aku dan Adela bertemu. Kehadirannya seperti air di tengah padang pasir, wanita diantara mayoritas pekerja yang hampir semuanya laki-laki. Hal itu yang membuatku semakin jatuh hati, dan mungkin juga hal yang sama yang dirasakan teman-temanku yang lain, tapi aku tak peduli, Singa sejati yang akan memenangkan pertarungan di hutan, dan aku membuktikannya. Usia bukanlah masalah, ada satu hal yang lebih menyulitkan, menggabungkan prinsip diantara kami, aku, Della dan Keluarga besar tidak lah mudah.


Empat tahun berlalu, aku berharap akan ada akhir dari hubungan ini, baik atau buruk aku sangat peduli, berderap perlahan aku hanya mengikuti alur. Di ujung telepon sana Ibu menohokku dengan pertanyaannya:


"Eras, sudah waktunya kamu dan Adela tegas, kalian tetap atau berpisah?"

"Ibu... Aku sudah besar, tolong untuk urusan ini jang mendikte" dengan menahan intonasi aku merasa Ibu benar, waktunya tiba.


- - - o o - - -


"Bun... Kenapa mau sama Ayah?"


"Kenapa Ayah deketin Bunda?"


Dengan enteng Niki menjawab sambil menonton DVD, gemas.... Ini lah Niki, seperti Matahari yang bersinar, terkadang menghangatkan tidak jarang membakar.

(memaksa) memeluknya dari samping aku mencium bibirnya, menatap matanya berhadapan, "Kamu itu ya, aku tanya serius jawabannya sama sekali gak jawab. Kenapa sih Bun sama persis dengan aku, gak mau ribet. Kamu itu aku versi cewek tau. Gak kebayang Bun akhirnya nanti gimana"


Aku bersandar manja diantara ketiaknya, menatap kosong layar televisi, tak mampu berpikir. Tidak ada sahutan dari Niki, yang jelas dunia seakan ikut berhenti, DVD-player tak lagi memainkan perempuan-perempuan berbaju "ajaib" dalam Sex In The City, hening menyeruak dalam pikiran kami masing-masing. Senja bisu dibalik gorden yang masih terbuka.


"Bunda ngga mau maksa Ayah buat keputusan, walaupun sebenarnya ingin kejelasan".


Perlahan Niki bangkit menuju kamar, memilih untuk tidur dengan pikirannya. Aku merasa saat itu seperti si brengsek yang pengecut, dipecundangi kenyataan di depan mata yang bersuara mantap di balik kekhawatiran.


- - - o o - - -


Seminggu berikutnya.....


Pagi ini aku sudah berada di depan rumah yang tidak begitu besar, bercat putih dan berpagar hitam, disana-sini teronggok pot-pot anggrek yang tertata apik, sebagian berbunga dan sebagian lainnya menyembul malu-malu menunjukkan rupa. Adela segera muncul, dibalut kemeja fuchia dan sepatu bernuansa senada, tidak lupa ia mengucir ekor kuda rambutnya tinggi-tinggi, "manis" untuk "ukurannya" yang tomboi. Pagi ini Della banyak bercerita, tidak seperti biasanya, ia banyak sekali tertawa. Dibalik kemudi aku mencuri lihat kearahnya. Ah Adelaa... kalau seperti ini caranya aku tidak mampu mengajaknya berbicara dengan serius, jarang sekali ia seceria ini, ganjil aku melihat meatanya. kosong, menatap jauh dibalik tawanya. Hmmm mungkin nanti saja selepas jam pulang kantor aku mencoba mengajaknya bicara.


Sesampainya di kantor Della memelukku erat, keanehan lain di pagi ini, ia tersenyum. Sebelum menutup pintu mobil ia menengok kembali, "Abang... pulang nanti bisa kita ngobrol? Jemput aku ya kalau ngga sibuk".


Mematahkan kalimatku yang tertahan di ujung lidah, "Sayang... Nanti aku jemput ya, ada yang perlu kita omongin".


- - o o - -


Malam hari seusai dinner di Urban Kitchen Sency bersama teman-teman terbaikku, Dian, Novi dan Febi, saat sedang sibuk memarkirkan mobil ke dalam rumah, ada panggilan telepon yang hampir saja tidak aku angkat, "Iya Dit?"


Dengan suara tenang suara di ujung sana menyeru rindu, "Sayang kamu lagi apa?" Sambil mematikan mesin mobil aku menjawab cepat, "Baru sampai rumah lagi di garasi, bisa telepon aku setengah jam lagi? Oiya cukup panggil aku Niki, Dit, tolong!".


Sudah delapan bulan ini Dito dan aku putus, sangat disayangkan memang. Dito baik juga keras, keras karena ia belum amu pindah ke Jakarta, begitupun sebaliknya aku tidak ingin pindah ke Surabaya. Buntu dengan hubungan jarak jauh, cinta itu pun sedikit demi sedikit terkikis, bukan karena adanya pria atau wanita idaman lain. Keluarga besar aku dan Dito sangat menyayangkan keputusan yang telah kami ambil, tapi orang tuaku sangat tahu keputusan itu lebih bai diambil ketimbang hanya berjalan ditempat. Jujur walaupun cinta itu pergi, rasa sayang aku tetap ada walau tidak sepenuh dulu, dan aku yakin sebenarnya karena faktor jarak lah yang menyebabkan ini. Intensitas pertemuan yang jarang menyebabkan komunikasi semakin sulit, aku menyerah di awal tahun.


"Niki... bisa ngobrol serius malam ini? mungkin mendadak, tapi kalau kamu masih capek masih bisa besok"


"Capek sih Dit, tapi bisa sekarang kok"


"Thanks Nik... Kamu dengerin aku dulu penjelasan aku dulu ya jangan dipotong. Setelah putus aku selama ini berpikir tentang kita, aku tepatnya. Kesalahan aku yang egois yang ngga berusaha pertahanin kamu. Ternyata aku bodoh, buat apa aku berkarir disini kalau tidak ada tujuan, kebahagiaan itu ada di kamu sayang, maaf kalau ngga suka dengar ini, tapi ini hal yang paling jujur yang bisa aku beri tahu. Semoga aku ngga terlambat, di facebook sepertinya kamu masih belum menemukan yang baru, tolong kasih aku kesempatan kedua. Sabtu depan aku ke Jakarta ya, bareng Ayah, Ibu dan Dida, serta keluarga dekat aku yang lain juga, kita tunangan. Aku sudah telepin Papa kamu minta ijin, beliau serahin semua keputusan sama kamu. Kamu bisa sayang? Kalau kamu belum siap dengan jawabannya, bisa dijawab besok, aku juga gak mau kamu jawab kepaksa"


(dua menit berlalu dengan kebisuan).


"Niki?"


"Ya Dit... (menghela napas) Kamu.... I don't know about the answer. Mama Papa sudah tau, aku gak bisa jawab sembarangan, tapi kondisi kita sekarang lain Dit, kenapa gak tanya pendapat aku dulu?? Kamu bener, lebih baik aku jawab besok, atau Lusa?? Honest, i never thought this would happen. I'm tired, you can call me later, sorry".


Telepon yang begitu tiba-tiba yang membuatku tak siap, sudah setengah jam aku hanya menatap langit-langit yang tak ada artinya. Masih berpakaian lengkap, blazer Topshop yang aku pakai terasa mencekik sekarang. Ketukan dari luar kamar membuatku gugup, Mama dan Papa tersenyum......


- - o o - -


Dentingan sendok dan garpu begitu nyata didengar, selingan obrolan-obrolan pengunjung lain pun tak terdengar di restoran ini. Aku bingung harus memulainya dari mana, makanan yang ku pesan pun rasanya sulit untuk dicerna. Malam begitu hening, tidak seceria warna fuschia yang aku harapkan tidak akan membuat suasana bertambah sendu. Akumulasi rasa lelah selama ini yang selalu aku ingkari mungkin terlihat jelas di wajahku sekarang.


"Sayang kamu mau ngomong apa?" Eras tiba-tiba mematahkan lamunanku.


"Eh?? Emmm kamu sudah selesai makan?" bodoh sekalu pertanyaanku ini, malah membuat aku semakin terlihat gugup. Tidak ada cara lain, akhirnya aku benar-benar meletakkan sendok dan garpu. Menatap lurus wajah Eras, hal yang sangat ingin aku hindari sebenarnya malam ini.


"Abang, mungkin kamu juga tau arah obrolan kita kemana, sudah saatnya kita ambil keputusan". Aku berusaha memasang muka tegar.


Mukanya terlihat tegang, lalu ia tersenyum samar", Aku memikirkan hal yang sama sayang, aku bingung seminggu ini mencari waktu yang tepat"


Aku tak mampu menatapnya lama-lama, sesekali aku menatap matanya yang teduh. Sekuat apa pun aku sebagai perempuan, untuk urusan cinta yang sesintimentil ini membuatku rapuh. Mataku mulai terasa panas, aku harus kuat menahannya, ini keputusanku. Keputusan di atas keegoisan orang tua kami berdua.


"Aku sudah berbicara ini sebelumnya dengan orang tuaku. Seperti sebelumnya, mereka tidak mengijinkanku untuk terus Bang, aku sudah berusaha meyakinkan........." Suaraku lamat-lamat sayup terbawa angin, aku menunduk memperhatikan gelas kosong, sama seperti jiwaku. "Sepertinya  kita harus sampai disini Bang, kita masing-masing tau alasannya". Memberanikan diri aku menatap matanya, mungkin untuk yang terakhir.


Eras menggenggam tanganku, "Sayang, aku tahu mungkin ini semua ngga mudah, masing-masing tersakiti, tapi kita tau mungkin ini memang jalan yang terbaik. Seandainya takdir berkata lain, aku senang sekali....."


Air mata mulai menggenang di pelupuk mataku, perjalanan selama empat tahun kandas hanya dalam satu hari. Eras berpindah tempat duduk disebelahku, memelukku erat. Aku sudah tidak peduli akan pandangan orang-orang yang mencuri lihat ke arah kami. "Abang..... antar aku pulang saja, sekarang!"


- - o o - -


Rasanya sudah ratusan kali aku mencoba menelepon Niki, masih saja tidak ada jawaban di ujung sana, stress juga tidak ada kabar sama sekali. Tidak biasanya Niki seperti ini, tidak mungkin juga aku nekat datang ke rumahnya sekarang. Arrggghhhh Niki.... Kamu dimana???


Sabtu, Minggu, Senin, Selasa sudah terlewati, baru Rabu ini akhirnya aku berhasil menemui Niki. Setelah berpisah, aku meminta ijin Adela untuk mencari wanita lain, permintaan Ibu dan Bapak yang ingin segera menimang cucu, padahal usiaku masih 29. Della mengangguk lemah saat itu, senyumnya bagai malaikat kecil yang tidak sepantasnya tersakiti, lagi dan lagi aku merasa bodoh. Seandainya semua orang tahu perang batin yang aku alami. Aku sayang Adela, seandainya kami ada dalam satu prinsip, mungkin sudah dari setahun kemarin dia menjadi Ny. Erastes Hadimulyo.


"Bunda kenapa?" Aku memperhatikan Niki yang tampak kurus dan pucat. "Bunda sakit kenapa ngga bilang?"


"Ayah... Sebaiknya kita selesain semuanya sekarang!" Niki menjawab cepat, menatapku, lalu mengalihkan pandangan lurus ke jalanan.


Sore itu aku menjemputnya, memaksanya bertemu. Belum sempat mobilku pergi meninggalkan gedung kantornya yang terpisah, Niki membuatku tertegun.


"Kamu kenapa sih Bun? Fine kita selesain sekarang. Aku sudah coba telepon kamu dari Jumat malam, tapi apa yang kamu lakukan selama empat hari ini?" Berapi-api aku menahan kesal, mencengkram erat kemudi, kesal karena aku mencintainya tapi tidak mampu menjaganya dengan baik. "Aku cuma mau kasih kabar gembira, mungkin ini keterlaluan, tapi aku sudah putus dengan Adela"


Secepat Niki menoleh, secepat itu pula ia menangis. Please Nik, jangan disaat ini. Aku bingung kenapa perempuan cepat sekali menangis.


Perlahan aku memeluknya, "Kamu kenapa Bun" Ini bukan Bunda yang aku kenal, biasanya kalau aku marahin kamu balik marahin aku. Kamu ngga pernah nangis, kamu itu Singa betina yang kuat".


Menolak pelukanku ia semakin tersedu, "Maaf Yah, aku harus benar-benar selesain semuanya sekarang, hubungan kita"


"Kenapa tiba-tiba?? Kenapa disaat aku sudah yakin sama kamu??"


"Dito melamar aku, Sabtu nanti. Papa Mama sudah setuju, mereka masih sayang Dito......" kalimat itu teputus diganti isakan yang semakin tertahan.


"Kamu masih sayang Dito?"


Niki menatapku lama, "Aku ngga tau. Selama ini aku dan Dito jarang sekali komunikasi. Kamu yang ada disamping aku setiap hari. Jumat malam itu aku berpikir keras, Mama Papa menyerahkan semua keputusan ke aku, tapi Yah demi Tuhan aku tau banyak sekali harapan dibalik mata mereka, aku ngga sanggup nolak..."


Aku hanya membisu, semua ini jauh sekali dari bayanganku selama ini. Aku hanya ingin Niki, hanya ia yang benar-benar mengerti siapa aku sebenarnya. Aku teringat setahun yang lalu saat aku dan Niki bertemu dalam rapat kantor, selalu membahas keuangan dan resiko-resiko Perusahaan, awalnya hubungan kami adalah hubungan yang profesional, lambat laun setelah temanku Hanafi mengompori untuk berkenalan akhirnya jiwa laki-laki ku tersentil untuk mendekatinya. Ah cukup! Ini hanya kenangan manis yang sulit untuk dilupakkan.


Saat itulah aku sadar, perlahan-lahan milikku semuanya pergi, Adela dan Niki. Matahariku kini telah pergi, singa betina yang penuh gairah, partner berantem sepadan disaat aku bosan oleh kerjaan. Dulu aku lekat sekali dengan Niki, bagai kepingan logam yang tidak terpisahkan antara sisi yang satu dengan yang lainnya. Aku salah. Aku melewatkan arti sebenarnya kepingan logam. Lekat, namun terpisahkan.


Bunda...... I Love You.