Pelacuran yang terselubung. Aku menginjak 24 tahun, tak ada yang tahu, dan memang tak perlu tahu. Hanya wanita-wanita berduit itu yang tau.
Malam itu ia sendirian, wajah cantik yang mendekati sempurna, hanya lingarie putih tipis yang membalut kulit ranum itu, membuat keringat jagungku semakin buas menetes tak karuan seiring dengan pikiran liarku. Demi Tuhan aku berusaha memalingkan mataku dari objek yang sangat indah di kursi sebelah, sangat sayang sekali aku tak bisa menahannya, beringsut perlahan aku kembali ke kamar. Sebuah tangan halus mencengkramku, "Jangan Pergi!" Ibu tiriku tersenyum nakal, memelukku, menciumku sejadi-jadinya, melucuti pakaian dan membawaku ke Surga. Ah sial! Kenapa Ayah yang menemukannya pertama kali.
Seringkali Ayah pergi, aku menikmatinya, tak perlu menahan cemburu yang ingin segera mendobrak keluar, atau memang dia melakukan hal yang sama?? Aku tak peduli, di hadapanku terlentang wanita cantik yang kukagumi, ibu yang "memeliharaku".
Malam itu ibu mengadakan arisan di rumah, ibu-ibu cantik kesepian yang bermandikan uang satu persatu bermunculan. Pria-pria seumurku telah mereka sewa sebagai bartender alih-alih penikmat kebutuhan mereka, cih!
Aku menyelinap menuju garasi, ibu melihatku dan melakukan aksinya, kencan kilat di dalam mobil yang menimbulkan sensasi luar biasa. Ia menggiringku masuk, mengenalkanku pada teman-temannya. Mereka itu manusia sejenis apa?? Seperti sekumpulan singa betina yang haus akan daging segar, menikmatiku setiap inchi tubuhku. Lagi-lagi aku menikmatinya.
Tak aneh buatku melihat pria-pria muda hilir mudik di rumah, aku tak ambil pusing. Aku siap dengan panggilan-panggilan telepon di handphoneku. Ya bukan hanya satu panggilan, namun panggilan-panggilan yang menyeru memaksaku untuk berada ditempat mereka tepat waktu. Aku bagian dari mereka kini. Oh ibu baruku hebat, aku mendapat hadiah plus dari kehadirannya.
No comments:
Post a Comment