Friday, November 05, 2010

Hari Baru

Bunga kecil menangkap sesosok wanita cantik yang sedang berjalan menuju sebuah cafe di sudut jalan. Ia terlihat sibuk setelah memarkir mobilnya, menerima sebuah telepon sambil membawa tas cantik dan sebuah bungkusan yang dibungkus apik. Wanita itu terlihat mahal di mata Bunga. Punggungnya perlahan hilang dibalik pintu cafe. Menenggelamkan pemandangan indah di sore itu. Tapi tak lama ia muncul kembali, pintu cafe terbuka memperlihatkan wajah cantiknya. Ia berjalan santai ke arah mobil sambil membawa segelas minuman. Rambut lurusnya dibentuk ponytail yang diikat tinggi-tinggi. Matanya dilindungi kacamata hitam yang membuatnya semakin terlihat keren. Terusan hijau botol membalut tubuhnya yang putih semakin membuatnya bersinar. Serupa model yang ia lihat di majalah. Wanita yang menarik. "Cantik seperti Kak Rose". Tak terasa Bunga menggumam sendiri.

Bunga menerawang mengingat minggu lalu, hari dimana ia pergi dari rumah setelah melihat Ibu dan kakaknya di bawa paksa oleh majikan Ibu yang seorang renternir. "Lebih baik aku jual kalian untuk membayar hutang-hutangmu yang segunung". Tuan Sigit mendorong tubuh Ibu yang lemah. Ibu menangis memohon agar Kak Rose tidak ikut dibawa. Wajah cantiknya dipenuhi air mata. Ia mencoba berontak. Kak Rose yang malang. Ia di pukul sampai pingsan oleh kaki tangan Tuan yang mengerikan itu. Bunga hanya bisa mengintip dari balik tempat tidur. Yang ia yakini adalah Ibu berteriak memberinya isyarat menyuruhnya pergi dari rumah yang biasa mereka tinggali secepatnya. Ayahnya yang pergi mengadu nasib ke luar pulau belum terdengar kabarnya 2 tahun ini. Bunga menangis terisak di depan sebuah etalase toko.

Tak lama Bunga mendapati dirinya sedang asik melihat sepasang Kakek dan Nenek yang sedang berjalan bergandengan menuju ke arahnya dibalik senja yang mulai turun. Mereka berjalan dalam diam. Sesekali mereka beradu pandang dengan tatapan penuh cinta. Bunga tak bisa menahan rasa penasarannya. "Dimana anak dan cucu kalian?". Kakek dan nenek itu tersenyum. Sang nenek mengusap air mata Bunga yang belum kering. "Kami tidak punya. Kamu jangan menangis! Tuhan sedang merencanakan kabar bahagia untukmu". Mereka lalu memberikan senyuman paling manis yang pernah Bunga lihat sepanjang hidupnya. Merekapun berlalu dari pandangannya.

Malam menjemput. Bunga tak menyukainya. Pekatnya semakin membuatnya bersedih. Tapi ia bersumpah pada dirinya untuk tidak menangis lagi. Bunga yakin Tuhan akan memberinya rasa bahagia. Seminggu ini ia bertahan hidup membantu mencuci piring-piring seorang Ibu pemilik Warteg tanpa diberi upah. Bisa makanpun cukup pikirnya. Sore hari ia hanya berjalan-jalan berharap bisa bertemu orang-orang terkasihnya. Dipungutnya koran yang sengaja ditinggal oleh seorang wanita di halte bis. Kepandaian Ibu yang membuatnya bisa membaca seperti sekarang. "Hahahahahhaa seperti orang dewasa saja kau membaca koran". Pedagang asongan itu menertawainya. Bunga hanya mengerutkan kening. Mungkin benar apa yang pedagang itu bilang. Mungkin ia orang dewasa yang terjebak dalam tubuh seorang anak kecil. Menyusuri jalanan yang gelap Bunga menenteng koran yang tadi dibacanya. Kebiasaan seminggu ini mencari koran/kardus bekas sebagai alas tidurnya di Stasiun Kereta Api.

Malam sudah sangat larut seingat Bunga ketika Ibu membangunkannya. Ia menarik tubuh Bunga lalu memeluknya. Wajah Kak Rose yang pucat tersenyum hangat membelai tubuhnya. Bunga seketika menangis memecah malam. Ia menciumi Ibu dan kakaknya. "Maafkan kami baru menjemputmu, kami harus menyelesaikan beberapa urusan" Ibu tersenyum getir memeluknya dan kak Rose.

Esok paginya Bunga sudah duduk di dalam kereta menikmati pemandangan kabel listrik, rumah dan sawah yang silih berganti. Ia senang sekali dengan ide Ibu yang mengajaknya pindah ke luar daerah. Rasa lelahnya menyebabkan kantuk. Tangan kecilnya menggenggam tangan Ibu. Kak Rose memandanginya. Ibu tersenyum penuh arti. Ya Bunga. Kami butuh waktu seminggu untuk menyingkirkan Tuan Sigit. Dipeluknya erat tas yang penuh berisi uang. Sudah saatnya kita pindah dan menjemput hari baru bisiknya.

No comments:

Post a Comment