Wednesday, November 10, 2010

ELEGI

Terjebak dalam tubuhnya yang sedang tidur, Sean berkelahi dengan rohnya sendiri. Haruskah ia tetap di alam mimpi atau kembali ke dunia nyata? Roh Sean mengamati dunia yang teramat sepi dimalam hari, dentang jarum jam semakin meninabobokannya. Saat bermimpi ia selalu hidup sebagai Sean dalam hitungan mundur. Awalnya ia kira itu hanya mimpi. Malam berganti malam, akhirnya ia sadar bahwa itu kenyataan yang membingungkan. Sean tidak ingin bangun malam ini, ia teramat senang bisa melihat kembali istrinya yang menghilang secara tiba-tiba 13 bulan yang lalu. Sarah seperti seorang dewi. Dengan tatapan mata birunya yang teduh selalu membuat Sean merasa hidup. Gaun putih yang melambai membuatnya terlihat melayang. Angin menyibakkan rambutnya, ah tato peri di pundaknya membuat Sean berdenyut penuh nafsu. Sentuhan tangannya lembut sama seperti dulu. Sean menikmati rindu itu, mencium Sarah dengan penuh cinta. Kening, bibir, dan perlahan mulai turun ke lehernya. Sean bahkan masih terampil memainkan tangannya, melucuti pakaian Sarah dan menjamah tubuhnya..... Sean terbangun. Pelipisnya penuh peluh. Sarah begitu nyata. Rasa manis bibir dan harum tubuhnya masih sangat jelas. Pandangannya berpendar masuk ke dalam bayang masa lalu.

Sean berpikir ia mungkin menjadi gila, berhalusinasi di malam dan siang hari. Suara-suara tak terdengar memainkan peran dalam otaknya. Satu persatu kejadian masa depan bisa dilihatnya. Sean merasa ngeri dengan kelebihannya. Ia ingin ke Psikolog. Tapi ia terlalu takut mendapat jawaban yang tidak ia harapkan. Sean semakin murung. Malam hari ia merasa takut semakin mengecil. Ia bahkan semakin membenci siang. Kematian lalu lalang diotaknya. Bagaimana mungkin ia rela membiarkan pikirannya terjun bebas ke alam kematian dimana satu per satu orang-orang terdekatnya masuk di dalam alamnya.

Rabu, 13 Maret 1983

Sean melihat kematiannya sendiri 3 jam sebelum maut menjemputnya. Mimpi yang menghitung mundur dan hidup masa depannya yang semakin berkurang membuat Sean tersadar ia hidup dalam bayang-bayang. Menerimanya mentah-mentah sebagai budak yang dungu. Sean segera berlari ke parkiran. Ia sudah kehilangan satu jam hidupnya. Iriana. Dokter itu yang bisa membantunya. Serampangan Sean membawa mobil, terdengar klakson yang bersahutan mengeluarkan amarah. Sean sungguh tak memperdulikannya. Dinaikinya anak tangga dua dua. Diketuknya pintu. Tak ada sahutan. Sean tak mempunyai waktu banyak. Nafasnya tersengal. Ia segera membuka pintu itu, tak dikunci. Sean terhuyung menyusuri isi rumah. Dilihatnya Iriana yang sedang memunggunginya. Berdoa dihadapan rosario dengan tudung menutupi kepala.... "Iriana tolong aku" Sean mendekat, menggapai hampa tudungnya yang tersingkap. Tato peri itu sekelebat terlihat dalam penglihatan Sean yang memudar.

No comments:

Post a Comment