Monday, August 09, 2010

Cermin

Dia menatapku lama, begitu lekat, begitu serius... Aku hanya bisa tersenyum, ingin balas menatapnya dari dekat, namun dari ekor mata kurasa sudah cukup, aku tak ingin mengusik pemandangan yang dilihatnya.

Duduk sendirian di tengah-tengah Cafe yang cukup ramai tidak membuatku kecil hati, aku menyukainya, sangat. Berbekal satu lap top, satu gelas iced cappuccino dan tiramisu aku memilih duduk di ujung ruangan, tempat favoritku menghabiskan sore selepas kerja dan menikmati senja yang menjemput sang malam di balik jendela. Dalam seminggu biasanya bisa 3 kali aku melakukannya bila tidak ada acara dadakan.

Sudah 2 hari ini terasa lain, aku merasa diperhatikan oleh seorang pria yang menurutku cukup manis, errr ralat: sedikit sexy karena dia mempunyai cambang tipis-tipis dan berkulit tidak terlalu putih. Kemarin dia bersama teman-temannya, aku sempat memperhatikan sekilas ketika melakukan senam kepala saat merasa pegal. Dia sibuk menatapku di saat teman-temannya sibuk tertawa, sadar diperhatikan, dia menoleh cepat-cepat dan ikut tertawa bersama yang lain. Bukan bermaksud GR, hanya ingin memastikan aku jadi penasaran, ternyata dia menatapku (lagi), ia lalu dengan sengaja menyalakan rokoknya. Sayang, tak lama ia dan "gerombolannya" meninggalkan Cafe bukan ke arah luar gedung, tapi kembali ke dalam. Hmmm Dia berkantor di gedung yang sama toh.
Hari ini Ia datang sendiri dengan memakai Kemeja abu-abu lengan panjang yang dilipat tangannya, pertanda jam kerja telah usai, mungkin..., karena aku tidak melihatnya membawa tas kantor, hanya handpohone. Aku bukan sengaja memperhatikannya, tapi posisi aku duduk sangat strategis: menghadap pintu masuk dan bisa melihat siapa saja di Cafe ini. Ia masuk saat senja sudah mulai turun, saat aku sedang menulis tulisan ini, dan ia duduk di arah jam 2 dari tempatku berada, cukup leluasa untuk diperhatikan dan memerhatikan :)

Sebenarnya aku ingin menjelajah ke dalam pikirannya, dan melihat dari balik matanya, apa yang Ia lihat dari kebaradaanku. Saat ini penampilanku cukup biasa, rambut dkucir kuda rapih di atas, atasan ungu yang sebenarnya bodycon dari Top Shop, scarf hitam lebar yang aku kreasikan menjadi rok, dan sepatu Sabbatha ungu, cukup chic namun tidak outstanding. Diselingi chating dan sempat memposting di twitter:
"Hei siapa kamu Pria tampan berbaju abu yang tak henti menjadikanKu objek pandanganMu?" aku masih bisa mencuri pandangan sambil tersenyum, sekali lagi sayang, tak lama setelah terlihat menerima panggilan telepon, Ia kembali ke kantornya. Mungkin kali ini aku GR, Ia tersenyum samar sambil berlalu. Hhhhh aku pun masih menunggu.

Sudah 4 hari absen, terpotong oleh week end dan 2 hari sakit aku merindukan Cafe tercinta ini, selain Cappuccinonya yang sangat enak, si pria misterius tentu saja alasannya. Pagi hari saat di rumah, sengaja aku mempercantik diri dengan terusan hitam Mango, blazer hijau Dorothy Perkins, hi-heels Pedder Red, dan menata rambut Ballerina Bun, classy and elegant. Gotcha! he already here, tumben, dan dia duduk ditempat aku pula, oke itu bukan tempat aku, tempat umum, tempat bersama. Terpaksa aku mencari kursi lain, namun Ia berdiri, menahan sekaligus mengejutkanku: "Maaf, kamu boleh duduk disini kalau mau, share bareng ngga apa-apa?? Kalau keberatan Saya yang pindah"
Sepersekian detik Aku seperti orang bodoh, untungnya cepat-cepat aku menguaasai diri. "Mmmm ngga apa-apa sebenarnya kalau kamu mau duduk disitu sendirian" Akhirnya dengan diskusi kecil Aku, Kami duduk berhadapan, memandanginya dari dekat. Ia ternyata penghuni lantai 12, seorang Asisten Manager, dan seorang Sundaneese. Yaaa gaya bicara lucu, nada-nada orang Sundanya masih terlihat, sama seperti teman aku yang dari Bandung. 2 jam lebih tak terasa kami ngobrol panjang lebar, selama itulah kata-kata yang ingin ditanyakan selama ini terkunci dengan rapat, tercekat dalam kerongkongan, menenggelamkannya hanya dengan senyuman. Seorang Pria menghampiri meja Kami dengan tatapan menghujam, namun langsung tersenyum ketika ku sapa: "Egy, kenalkan ini calon suami Aku, Dimas..."

Sejak saat itu Egy jarang sekali terlihat, pernah sekali bertemu di Gramedia Matraman, menggenggam tangan wanita mungil yang sangat ayu: "Hai Syl, kenalkan ini istriku"

2 comments:

  1. Wadduh,,bruntglah paling tdk bs mpe d 'fase' ngobrl..Klo pngalamnku smuanya stuck mpe d 'sypa siy namanya,krjaannya apa,tnggal d mana' ..=)
    n_eyn_a

    ReplyDelete
  2. Hahahahaaaaa kejadian Nin??? Wow! Ini beneran cerpen di sore bolong pas gak ada kerjaan jadi ngayal yg aneh2. Sayang sekali gak lanjut yaaa :D

    ReplyDelete