Pagi ini aku sudah tersenyum mendengarkan sebuah cerita polos dari seorang Bapak, teman kantor yang sudah cukup tua, mungkin sekitar 40-an usianya, Bapak ini seorang kurir kantor yang biasanya membawa puluhan dokumen yang harus disampaikan ke kantor cabang Jakarta. Bapak ini mengintip ke dalam ruangan kantor Bos ku melalui celah yang memang sengaja dibuat untuk mengintip, oh ini mungkin bukan hal yang patut di tiru, tapi sangat ampuh untuk mengetahui apa yang harus kamu lakukan bila ada tamu yang datang. Aku kemudian bilang bahwa Bos sedang tidak ada, Bapak kurir ini sempat berpikir ragu, lalu tiba-tiba menuturkan kepolosannya:
"Kemarin saya disuruh ke rumah Bapak, mmm sekitar hari Selasa"
"Buka Bersama Pak?"
Si Bapak merengut, "Saya ke rumah, nunggu dulu, terus Bapak keluar, saya dikasih baju, bekas Bapak. 2 batik dan ......, masih bagus-bagus" (matanya berbinar).
"Pasti masih bagus ya Pak, kalau gitu jadi lebaran dong pake Batik?" Aku menggodanya tulus tanpa bermaksud mengecilkan.
Bapak kurir tersenyum cerah, pamit setelah memberikan surat, aku pun tersenyum bahagia bisa menjadi orang yang dipercaya untuk ceritanya.
Tau kah kamu, dari orang-orang seperti Bapak Kurir itu kita bisa belajar hal-hal kecil yang sangat berguna. Jangan pernah sepelekan mereka, jangan pernah berpikir bahwa kamu ada di atas mereka. Dari mereka aku bisa mendengar hal-hal menarik yang membuatku belajar tentang kehidupan. Aku angkat topi untuk mereka, dedikasi mereka sangat tinggi untuk kantor, pekerjaan mereka berat dibandingin pekerjaan saya, tapi salary mereka lebih minim hanya karena jurang pemisah pendidikan terakhir, embel-embel gelar di belakang nama, tapi memang tanggung jawabnya juga berbeda. Bapak-bapak itu membuatku kagum, dengan salary yang bisa dikatakan minim itu (maaf) mereka bisa menghidupi istri, menyekolahkan anak mereka, bahkan sampai kuliah. Sekali waktu pernah Bapak Kurir ini bercerita ke teman kantor di Mushola, aku lagi salat mendengarnya pengin nangis.
"Saya Pak, di rumah telur satu saja harus ditambah terigu buat makan, harus pinter-pinter ngatur biar anak-anak sekolah"
See! Siapa yang ngga ingin nangis dengernya, aku di rumah sesuka hati buat dadar telur sampai 4 buah biar merekah sempurna, Bapak itu bisa makan telur juga tapi harus pake terigu, yassalam susahnya hidup untuk sebagian orang.
Ada lagi cerita dari driver kantor, "Iya Bu Amy, saya sampe pusing buat bayar biaya masuk SMAKBO si besar, ternyata mahal banget" (dia menyebutkan jumlah).
"Wah Pak, mahal yaaa"
Waktu lain cerita dari OB di lt. 2
"Formulir masuk Kampus-kampus itu mahal ya, belum tentu keterima, masuk UPI juga mahal ternyata"
Aku salut, mereka berusaha yang terbaik biar anak-anaknya bisa sekolah di sekolah yang bermutu. Banyak sekali harapan kehidupan yang lebih baik melalui cerita-cerita mereka, terharu.
Readers, seberapa banyak sih baju-baju kamu yang gak kepakai walaupun sebenernya kepakai namun hanya jadi onggokan baju di lemari??? Aku juga sebenernya ingin punya kisah seperti di cerita-cerita yang pernah di baca, baju yang aku pakai bisa menjadi mode di tahun-tahun berikutnya yang bisa kelak anak aku pakai. Tapi itu gak berlaku dibanding kegunaan baju-baju itu untuk mereka yang lebih butuh. Baju dilemari aku sudah berkurang, sudah diberikan, sudah "cuci gudang". Seneng rasanya baju itu bisa dipakai, berguna sekali :)
So... Beramal panjang lah kalian demi kebaikan :)
No comments:
Post a Comment