Wednesday, December 29, 2010

Lembayung Mimpi

Pernikahanku sudah terjadi. Akad yang khidmad, tamu yang hilir mudik baru saja kulalui. Anggi kulihat sangat bahagia akan pernikahan ini. Tawa mengembang selalu terlihat di wajahnya, ia menjadi manja sekali. Bayangkan betapa berengseknya aku. Saat bulan madupun aku ingin cepat pulang, mata Amira masih menancap sejak pertemuan kami yang terakhir. Ia terlihat sangat sakit, matanya yang berapi-api menjadi muram, ingin sekali aku menyentuhnya, ada disampingnya, menghilangkan batuk yang menyiksanya.



Satu bulan sebelum pernikahan...

Gema Allahuakbar sudah habis kemarin malam. Hewan-hewan pengurbanan sudah mati disembelih, yang tersisa hanya daging-daging yang siap untuk mencium bara pembakaran. Kami sudah berkumpul, pesta kecil-kecilan untuk menghabiskan malam diantara rasa lelah seusai bekerja. Amira sangat menikmati saus asam manis buatanku, dentingan garpu yang menyentuh piring porselen meramaikan suasana dalam obrolan-obrolan kecil. Ini tanggal tua untuk kantong kami berempat, tak ada salahnya aku pakai kartu kredit untuk menambah keceriaan malam ini, "Karoke yo, masih jam 8".

Aku terbawa suasana, tawa Amira yang membuat matanya menyipit tak akan kulupa. Suaranya yang cukup bagus menghipnotisku sejak awal. Aku berteman dengannya sudah cukup lama, baru malam ini aku menyadari pesonanya, pun kaki bergesekan bersebelahan, kulit kami bersentuhan. Tak ada penolakan ketika malam itu semakin mendekat, Amira mendapat sinyal itu, walaupun hanya sebatas genggaman tangan, aku tau aku sedang mengobarkan api.

***

Ini malam terakhir aku bisa menghabiskan waktu dengan Imran, Amira yang bodoh! Harusnya aku tidak membuka hati untuknya, salahkah rasa ini ketika menggebu muncul ke permukaan? Jujur pada malam itu aku tidak tau ia akan menikah, kalau saja aku tau tidak akan ada senyum mengembang karena bahunya yang hangat saat malam itu. Semua sudah terjadi, bahkan aku harus membiarkan takdir mentertawakanku berkali-kali. Imran bernyanyi, lembut ia berbisik di telingaku, "This song for you: It's hard to say good bye". Aku terpaku, menyelimutkan perih yang ingin segera kubalut.

***

Tuhan kalau rasa ini benar kenapa tak Kau biarkan Amira yang menjadi jodohku? Aku membuang imaji yang ingin kusudahi, tak ingin kumembuat luka kedua kali pada seorang wanita. Dimatikannya lampu, waktunya mencumbu, Anggi istriku.

Friday, December 24, 2010

#JustSaying Pertanyaan Hidup

Pernah gak kamu ngerasa selain Allah itu baik banget tapi sekaligus jahat?? Kita diajarin untuk bersabar dan jauh lebih kuat setelah beberapa kali terjatuh, tapi kalau jatuhnya itu gak selesai-selesai??

Semua itu takdir. Apa Allah ingin umat-Nya bersedih? Allah juga ingin banyak sekali keributan disekitar kita? Allah ingin menguji umat-Nya, Ia menghidupkan manusia yang baik dan berprilaku buruk lantas 'menjebloskannya' ke dalam api neraka. Apa manusia punya hak hidup seenaknya karena kita tidak minta dilahirkan? Bolehkah segala sesuatu itu hanya ada kebaikan dan surga saja?

Manusia harus selalu bersyukur, alhamdulillah sudah dikasih hidup. Tapi kadang selalu ada pertanyaan menyentil seperti ini: Sebenarnya Allah itu ingin kebaikan tapi kenapa masih banyak takdir yang buruk? IKHLAS kuncinya :)

Thursday, December 23, 2010

Menyapu Waktu

Yang terdengar hanya suara detik jam dan detak jantung yang bertalu-talu...

Bersatu padu bersekutu dengan waktu yang tersihir untuk berhenti melaju...

Nafas memburu merebak jarak, lumatan lembut sekian detik yang membuatku tersipu...

Sekian detik?? Ah hanya Tuhan yang tau ketika kami bergerilya dengan penuh nafsu...

Gadis Botol Bir #111kata

Botol bir hijau sudah beralih tangan ke gadis berekor kuda itu. Pengunjung baru yang mencuri perhatianku selama seminggu, malam ini ia memakai tank top bertumpuk, memperlihatkan tato naga di punggung kirinya dan dua huruf kanji jepang di pergelangan tangan. Seperti biasa ia tak bergeming menolehkan kepalanya untuk berterima kasih sekalipun.

Gelang bergemericing saat ia menghisap Marlboro merah. Tak sadar ia sedang membalas pandanganku. Dengan tenang ia mengamatiku sambil meminum birnya. Kikuk, aku ditolong pengunjung bule yang baru saja datang. Tak sampai sepuluh menit gadis itu meminta bill, gugup aku didekatinya. Ia bangkit berdiri, "Kau mirip sekali dengan tunanganku yang sudah meninggal". Gadis itu pergi dengan tato naga dipunggungnya, tak pernah kembali.

Cinta (Tak) Semusim

Ditutup dengan gelengan kepala aku pamit dan berlalu dari hadapan Bian dengan santai. Sudah beberapa kali aku melewati kejadian seperti ini, wajah kecewa, penolakan, bahkan cacian hanya menjadi bumbu yang tak perlu aku khawatirkan.

Kali ini lain. Sore yang meredup ditemani lagu lawas Justin Timberlake membuat aku dan Bian tertawa-tawa dan bersahutan melantunkan lagu Senorita, ini sangat mustahil kami lakukan di depan teman-teman yang lain. Sambil mengetik beberapa data aku sesekali tertawa melihat tingkah konyol Bian, sambil menunggu hasil copy-an file, ia menari-nari ala JT dan MJ. Tiba-tiba diakhir lagu ia sudah ada di depan layar komputerku sambil menatap dengan lembut dan menggoda, "gentelmen.. Good night, Ladies... Good morning..." aku tertawa lepas dan menutupi mukanya dengan kertas yang sudah tak dipakai. Ia tergelak dan meraih pergelangan dan memaksa aku untuk beristirahat sejenak. Aku melepaskan tangan Bian dengan halus dan mengikutinya sejajar. Tak biasanya ia seceria ini, Bian adalah rekan kerjaku yang sangat dipercaya dan diandalkan, ia berwajah manis dan sangat berwibawa. Satu jam lewat kami berada di kafe ini, perut yang keroncongan sudah terisi, bahan rapat esok hari sudah habis kami bahas. Entah apa maksud Bian, ia sangat tau aku tidak punya keinginan untuk menikah dan mempunyai pasangan. Bian tau aku sangat trauma dengan melihat pernikahan Bapak dan Ibuku. Bian melamar tepat saat jarum jam menunjuk angka enam dan tiga. Aku sudah tidak ingin lagi mendengarnya, yang terdengar hanyalah akhir kalimatnya yang lembut dan perhatian, "Beri aku kesempatan membuka duniamu".

*****

Aku mencaci udara yang kering, tangisku pecah meraung, menggenang kenang sosok Ibu yang sudah tenang dalam peristirahatannnya. Seandainya aku bisa menggapai Bapak dan menyeretnya keluar dari pikiranku, kini aku sudah menjadi Ibu.

"Biaannn.... Beri aku waktu" bisikku pada angin yang bisu.

*****

Tiga bulan sudah aku menapaki Borneo. Kenangan hiruk pikuk Jakarta dan Kosan Hijau dibalik gang sempit mencambukku sesekali waktu. Biaaannn....

Baru saja sinyal maya mengantarku dihadapannya, telah kukubur ego rapat-rapat, mencumbu bayangannya sesaat.

Tak lama pintu dibuka dari luar kamar. Arman masuk membawa pisang cokelat hangat dan mencium bibirku cepat, "sedang apa sayang?"

Wednesday, December 22, 2010

ROOF TOP

Meresap sesak dari tubuhnya yang beraroma khas, rahang tegas maha karya Tuhan yang begitu pas terukir membentuk wajahnya. Emily begitu anggun dan terkadang serampangan sesuai mood-nya, keunikan yang mampu membuat dadaku meletup bila melihatnya. Ia bukan wanita biasa.

*****

Aku masih saja berjibaku dengan designku saat Emily datang menghampiri.

"Sebaiknya kau buat atap ruangan ini transparan agar dapat menikmati langit malam, buat pintu samping ini dwi fungsi, pakai saja pintu geser kaca agar terlihat lebih luas. Pohon ini jangan kau tebang". Emily begitu lancar dan terlalu hapal untuk orang yang baru melihat rancanganku. Sungguh luar biasa.

"Kapan batas waktu terakhirnya? Klienmu itu si Pengusaha hotel itu kan?" Emily masih berdiri disebelahku dengan santai menyeruput teh chamomilenya.

Aku hanya mengangkat bahu dan pura-pura sibuk berkutat dengan 'mainanku'.

"Dasar aneh..." Ia tersenyum kecil sambil berlalu pergi.

Heeiii Nona, benar aku memang aneh, kau yang mulai menampar hatiku untuk pertama kali. Aku menaruh pensil dengan kesal sambil mengumpat dalam hati. Perasaan luar biasa yang mungkin terlalu terlambat untuk pria seusiaku. Sekejap Emily lenyap dari pandangan, meninggalkan aroma khas yang kusuka. Ku ambil pensil perlahan dan memasukan ide yang Emily berikan, brilian.

*****

Aku hanya berdiri mematung saat kedua pasangan itu menjabat tanganku erat.

"Terima kasih Scott, ia sangat menyukai design rumahmu" Mr. James merangkulku kokoh.

Emily tersenyum lebar dan menjabat tanganku lembut, "Undangan pernikahan kami, terima kasih sudah memberikan hadiah yang begitu indah".

Dentingan gugusan air hujan terdengar dari atap yang penuh mimpi. Aku menengadah sesap.

Monday, December 20, 2010

Secangkir Kopi Yang Menghitam #111kata

Angin bertiup cukup kencang sore ini, Kinan menyelipkan rambut ikalnya di belakang telinga sambil memilah foto alam Karimun Jawa hasil jepretannya. Tangannya menggantung di udara tatkala ia mencium aroma kopi hitam pekat menusuk hidungnya. Cepat ia membalikkan tubuhnya untuk melihat sang empunya. Seorang pria paruh baya tampak tenang menerima kopi tersebut tak menyadari tatapan Kinan yang menghujam.

Seketika Kinan meninggalkan tempat tersebut. Napasnya tersengal. Sudah lama sekali ia tidak kembali ke kota. Ia memejamkan mata mengusir pikirannya. Secangkir kopi pekat hitam dan bayangan yang ikut menghitam. Malam yang begitu dingin, teronggok segelas kopi hitam pekat kesukaan almarhum Papa yang teringat saat Mama pergi dari rumah enam tahun lalu. Kinan benci kopi...

Saturday, December 04, 2010

PETARUNG MIMPI

Mimpi Vanya malam ini....

Vanya meletakkan telunjuk kanannya di bibir, segera ia menggandeng tangan Naia dan mengajak si kembar Fadli dan Fadlan ke garasi rumahnya. Dengan jalan mengendap-endap layaknya dalam film Detektif mereka membuat barisan sambil melihat keadaan sekeliling. "Aman" Fadli berbisik sambil membawa kaca pembesar ala detektif cilik Conan.

"Aku bisa terbang" pekik Vanya.

Naia dan si kembar saling berpandangan, tak kurang dari satu menit mereka sudah berdebat seru layaknya anak umur 6 tahun yang tak mau kalah mengenai kehebatan mereka. Vanya tersenyum girang melihat tingkah teman-temannya, lalu ia memejamkan mata. Perlahan tubuh kecilnya melayang tak berpijak pada telapak bumi. Vanya sedikit berteriak untuk menghentikkan perdebatan teman-temannya, "Lihat aku!!!" Seketika baju mainnya berubah menjadi gaun putih yang menjuntai ke lantai, lalu muncul sayap kecil yang menempel pada punggungnya, berkilau. Vanya tertawa riang, ia menari-nari mengelilingi garasi. Naia dan kembar Fadli dan Fadlan membelalakan matanya, mulut mereka membentuk gua kecil. Terpukau.

Mimpi Naia Malam ini....

Naia tersenyum congkak melihat Vanya menatap iri pada gaun dan sepatu cantik barunya. Pikirnya pasti ia barbie tercantik di pesta nanti. Sambil bersiap diri, dayangnya dengan sigap menyisir rambut Naia sampai seratus kali agar berkilau.
Naia berkaca di depan cermin, "Hai cermin, siapakah wanita yang paling cantik di negeri ini?" Bagai tersihir sang dayang menjawab pasrah, "Yang Mulia Tuan Putri". Naia tersenyum manis sekali pertanda puas. Vanya mengerucutkan bibirnya sebal.

Mimpi Fadli malam ini....

Dibalik sebuah pintu ia mendengar suara-suara yang dikenalnya, Jenderal Kumis sedang menyalakan korek api gas, Nyonya Gendut cemas bertanya sambil melirik lemari yang sedikit terbuka, "Jadi bagaimana?" Jenderal Kumis berdeham, "Kita habisi si Tompel, hanya dia saksi kunci, Nyonya jangan khawatir, asal Nyonya tidak bicara macam-macam di Pengadilan nanti, sebaiknya Nyonya pergi sekarang!"

Fadli cepat-cepat pergi, dengan sekali kerjapan mata ia menghilang dari balik lemari ketika Nyonya Gendut memeriksanya. Huffftttt... Hampir saja. Aku harus memberi tahu Detektif Gundul, penyamaran Jenderal Kumis harus segera terbongkar. Disiapkannya rekaman pembicaraan tadi, senyumnya mengembang membayangkan dirinya menjadi asisten cilik tetap Detektif Gundul.

Mimpi Fadlan malam ini....

Dilihatnya api yang menjilat-jilat, membuat Kapten Fadlan sigap membalikkan badan pesawat. Tangan kecilnya berkeringat memegang kendali pesawat Jet. Kapten Fadlan berteriak kesal, "Kapten Fadli lindungi aku, aku akan memutar menembak mata Naga berkepala dua". Tapi di ujung sana tak pernah ada tanda-tanda jawaban dari Kapten Fadli. Naga berkepala dua terus menerus menyemburkan api dari mulutnya. Kapten Fadlan pasrah, ia berjuang seorang diri kini. Tak sadar ia bernyanyi dengan kencang, mengeluarkan suara merdunya yang lembut. Tak disangka sang Naga berkepala dua beringsut mundur, dilihatnya sepasukan peri yang terbang menutupi mata sang Naga. Kapten Fadlan terus bernyanyi sambil menyiapkan serangannya. Pasukan peri memberi tanda agar Kapten Fadlan cepat-cepat menembaknya, sang Naga berkepala dua semakin liar menyemburkan api, dilihatnya pasukan peri mulai kewalahan. Dengan gesit akhirnya ia menembakkan peluru dari Pesawat Jetnya dengan hati-hati. Naga berkepala dua akhirnya mati melalui pertahanan yang kuat. Kapten Fadlan tersenyum kepada pasukan Peri, nyanyiannya membangunkan mereka, dengan penuh rasa hormat ia masih bernyanyi sampai lagunya berakhir dan pasukan Peri menghilang dari pandangan.